PT BTID Bantah Tutup Akses Nelayana Tradisional, KKPRL untuk Pengusahaan, bukan Penguasaan Laut
"Selain itu, Zakki menegaskan bahwa pengajuan PKKPRL tersebut adalah untuk “pengusahaan” ruang laut, bukan “penguasaan” ruang laut."
Denpasar |Balisatuberita - PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali membantah menutup akses laut bagi para nelayan tradisional.
Pengelola KEK Kura Kura Bali dalam rangka memenuhi peraturan perundangan yang berlaku mengajukan usulan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada pemerintah untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diwajibkan kepada badan usaha dalam UU Cipta Kerja
Menurut Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT BTID, Zakki Hakim, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki rencana kegiatan pariwisata bahari termasuk pengembangan Taman Koral dan Wisata Koral, maka KKPRL wajib diajukan oleh BTID. Hal ini dikarenakan aturan baru ini mewajibkan BTID sebagai badan usaha untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas areal yang dimanfaatkan.
Aturan ini tidak berlaku bagi nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan ekonomi seperti biasa. “Menurut aturan yang disampaikan Kementerian dan Dinas, masyarakat nelayan tradisional tetap dapat berkegiatan seperti biasa,” kata Zakki di Denpasar, Selasa (7/11).
Kebijakan di atas seharusnya tidak berdampak kepada masyarakat nelayan tradisional yang tetap dapat melakukan kegiatan hariannya, karena kebijakan ini ditujukan oleh Pemerintah pusat untuk mendapatkan PNBP dari para pengusaha, badan usaha atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut.
Pejabat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Dikor Jupantara, telah meluruskan dalam beberapa kesempatan sosialisasi yang juga dihadiri pimpinan Desa Dinas dan Desa Adat Serangan serta perwakilan Nelayan Serangan, bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) adalah soal “pengusahaan, bukan penguasaan” laut.
BPSPL dalam kesempatan sosialisasi di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali pada 12 September 2023 dan di kantor Dinas Perhubungan pada 25 Oktober 2023 memaparkan bahwa KKPRL ini tidak menghalangi masyarakat nelayan tradisional dalam berkegiatan di laut seperti biasa. Beliau menambahkan KKPRL ini adalah bagian dari upaya pemerintah dalam mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti retribusi.
BPSPL mendasarkan KKPRL pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang pada pasal 47 menetapkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut.
Menurutnya, izin berusaha dalam hal ini KKPRL merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di laut, namun tidak berlaku bagi dan tidak mempengaruhi akses nelayan tradisional dalam berkegiatan ekonomi di wilayah yang sama.
Dengan adanya banyak kegiatan budidaya komersial di ruang laut, maka diperlukan penataan KKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), sehingga nantinya tidak ada tumpang tindih dan semua kegiatan dapat berjalan beriringan dan saling menguntungkan.
Pihak BPSPL juga telah melakukan setidaknya dua kali sosialisasi mengenai KKPRL dan topik lain terkait kelautan dan perikanan di Desa Serangan, dan juga menerima audiensi tersendiri dari para pimpinan dan perwakilan nelayan Desa Serangan.(089)