Program LNG, Disambut Baik oleh Sejumlah Desa Adat
Bali Satu Berita | Denpasar - Sebagai langkah awal dalam mewujudkan kemandirian energi Bali, dengan tahap rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali membangun Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Bali, PT. Dewata Energi Bersih (DEB) di Sidakarya, Denpasar, disambut positif oleh sejumlah Desa Adat.
Sambutan positif tersebut datang dari Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka, pada Selasa (12/7/2022) yang saat ditemui oleh awak media menuturkan, pihaknya mendukung langkah baik Pemprov Bali untuk mewujudkan kemandirian energi Bali. Terlebih dirinya mengetahui bahwa kelistrikan Bali saat ini sangat tergantung dengan pembangkit dari Jawa, sehingga tidak ada alasan baginya untuk menolak karena proyek Terminal Khusus (Tersus) LNG yang dinilai akan bermanfaat untuk mewujudkan energi bersih di Bali dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
"Inikan program Pemerintah, kami meyakini bahwa melalui proyek ini tidak akan mungkin pemerintah akan membuat masyarakat Sidakarya ini sengsara. Ini kan baik rencana kedepannya untuk kemandirian energi Bali. Selain itu, harapan kita juga selaku masayarakat adat, mudah-mudahan dari adanya proyek ini bisa memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat," jelas Jero Bendesa Adat Sidakarya, pada Selasa (12/7/2022).
Lebih lanjut dirinya juga menjelaskan, saat disinggung menganai adanya pemanfaatan lahan mangrove seluas 3 Hektar dalam rencana proyek pembangunana tersus LNG akan berdampak terhadap kerusakan hutan mangrove, dirinya mengatakan dari sosialisasi yang dilakukan oleh Perusda Bali bahwa hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk terminal LNG tersebut tidaklah sebanding dengan manfaat yang akan diberikannya kelak untuk kemandirian energi Bali. Terlebih, belakangan ini pihak Perusda Bali melalui PT. DEB juga gencar melakukan penanaman bibit mangorve di lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan dan sulit di jangkau oleh masyarakat, bahkan hal tersebut pun juga belum banyak dilakukan oleh para pegiat lingkungan hidup di Denpasar khususnya.
"Kalau diriki (di sini, red) berdampak juga kan mengurangi luas lahan yang akan dipakai kan 3 hektar, 3 hektare pun tidak akan semua dipakai, kan ada bangunan-bangunan kemudian ada juga tanaman-tanaman masih di sela-sela itu. Kalau kita lihat juga banyak sekali ditengah-tengah mangrove kita yang sudah rusak dan tak terjangkau, bahkan hal-hal yang kecil seperti ini perusda (PT. DEB, red) sudah lakukan penanaman terlebih dahulu sebelum terminalnya dibangun," ungkap Bendesa Adat Sidakarya yang membawahi 5 Banjar Adat dan 12 Dusun tersebut.
Sementara itu, disisi lain, pernyataan positif juga datang dari Bendesa Adat Sesetan, I Made Widra, yang menyatakan pihaknya juga mendukung adanya pembangunan proyek tersus LNG oleh PT. DEB untuk kemandarian energi Bali, selama pembangunannya sesuai dengan persyaratan dan semua aturannya dipenuhi. Sehingga benar-benar tidak ada masyarakat maupun lingkungan yang dirugikan dalam rencana pembangunannya tersebut.
"Ya sepanjang itu sesuai dengan aturan dan memenuhi persayaratan (pemerintah, red) serta tidak merugikan masyarakat apa alasan kita untuk menolak. Kami juga akan segera melakukan sosialisasi terkait ini, agar masayarakat adat benar-benar mengerti dan paham apa yang menjadi maksud dan tujuannya (terminal LNG, red)," papar Bendesa Sesetan, I Made Widra, yang membawahi 9 banjar, pada Senin (11/7/2022).
Lebih lanjut, menanggapi hal tersebut, Humas PT. DEB, Ida Bagus Ketut Purbanegara saat dikonfirmasi langsung melalui pesan singkat (WA) pada Selasa (12/7/2022) menambahkan, terkait adanya kekhawatiran sebagian warga yang menolak rencana pembangunan Terminal LNG, dirinya menekankan bahwa sesuai perjanjian ketat dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dikelola oleh pemerintah yaitu di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, dalam proses pengerukan untuk rencana pembangunan Terminal LNG di Sidakarya hanya melanjutkan 1 meter dari kedalaman yang ada saat ini dan mangrove yang dimanfaatkan akan diganti 2 kali lipatnya. Pengerukan hanya bertambah 1 meter lagi dari kedalaman sekarang yang sudah 9 meter, begitu pun mengenai kekhawatiran rusaknya keberadaan terumbu karang jelasnya, tidak terdampak karena alurnya di luar alur terumbu karang. Lebih lanjut dirinya menambahkan untuk mengembalikan kondisi mangrove dan perbaikan lingkungan sekitarnya dalam hal ini sudah direncanakan dengan perjanjian yang ketat.
“Untuk masalah mangrove sudah ada perjanjian yang ketat dengan pihak Tahura, bahwa sebelum G20, pipa hanya lewat 10 meter di bawah lahan Tahura dan tidak menyentuh sama sekali hutan Tahura,” paparnya. (BSB)