MK Hapus Spa dari Kategori Hiburan, Peluang Baru bagi Spa Tradisional Bali
DENPASAR - Mahkamah Konstitusi (MK) mencetak sejarah baru dengan mengabulkan sebagian gugatan terkait penghapusan Spa dari kategori hiburan dalam Pasal 55 ayat (1) huruf i UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Keputusan ini dianggap sebagai tonggak penting dalam memperjuangkan keadilan bagi Spa, khususnya yang berbasis layanan kesehatan tradisional.
Ketua Bali Spa Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra, menyambut gembira keputusan ini.
“Keputusan ini menjadi tonggak bersejarah. Perjuangan kami selama satu tahun tidak sia-sia. Kini Spa berbasis pengobatan tradisional resmi tidak lagi masuk dalam kategori hiburan,” ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (3/1/2025).
MK menegaskan bahwa frasa “dan mandi uap/spa” dalam UU HKPD tidak memiliki kekuatan hukum kecuali dimaknai sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.
Keputusan ini memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengklasifikasikan Spa berdasarkan standar yang jelas sesuai KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia).
Indikator Spa Otentik
Menurut Jayeng Saputra, terdapat indikator khusus yang membedakan Spa otentik dari yang tidak sesuai standar, seperti:
• Mayoritas pelanggan adalah perempuan (80%).
• Fasilitas tertutup dan memenuhi standar pelayanan kesehatan.
• Terapis bersertifikasi sesuai SKKNI.
Ia berharap pemerintah daerah segera merumuskan regulasi yang tegas untuk mengelompokkan Spa otentik.
“Kami juga berterima kasih atas insentif fiskal yang diberikan pemerintah selama proses uji materi ini. Beban pajak tinggi menjadi lebih ringan,” tambahnya.
PR Besar, Kualitas dan Regulasi
Direktur Taman Air Spa Bali sekaligus Dewan Penasehat ASPI Bali, Debra Maria Rumpesak, menekankan pentingnya menjaga kualitas dan eksistensi Spa Bali di tengah persaingan global.
“Dari 1.700 Spa di Bali, hanya sedikit yang memenuhi standar regulasi seperti KBLI, NIB, dan sertifikasi usaha. Regulasi yang jelas diperlukan untuk membedakan Spa otentik dari Spa ilegal yang merusak citra,” jelasnya.
Ia juga memperingatkan bahwa negara seperti Thailand dan Vietnam dapat mengambil alih posisi Bali sebagai destinasi wellness terbaik jika kualitas Spa tidak dijaga.
Momentum Perbaikan Citra
Pengusaha Spa tradisional, Jero Ratni, mengungkapkan bahwa stigma negatif terhadap kata “Spa” selama ini telah mempersulit usaha. Namun, keputusan MK memberikan kesempatan untuk membangun kembali citra positif di mata dunia.
Sementara itu, tokoh Spa tradisional, Shri Bhagawan Sriprada Bhaskara, menegaskan pentingnya menjaga akar budaya dalam layanan Spa Bali.
“Spa Bali adalah tradisi yang berakar pada konsep suci seperti sui, pani, dan amerta. Ini lebih dari sekadar pariwisata, melainkan bagian dari spiritualitas dan kesehatan tradisional,” ujarnya.
Makna Keputusan MK
Keputusan ini menggarisbawahi bahwa:
• Pajak tinggi pada Spa tradisional bertentangan dengan asas keadilan dalam UUD 1945.
• Layanan Spa yang berbasis kesehatan tradisional tidak dapat disamakan dengan hiburan seperti diskotek atau karaoke.
• Reklasifikasi layanan Spa diperlukan untuk memisahkan Spa kesehatan tradisional dari Spa ilegal.
Dengan langkah kolaboratif antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha, Spa Bali dapat terus menjadi ikon wellness global sekaligus kebanggaan budaya Indonesia. (Ray)