Jaringan Toko Tiongkok Buka Kembali, Kade Sutawa: Satgas Tata Kelola Pariwisata Harus Ambil Langkah Tegas
DENPASAR - Santernya pemberitaan soal kembali bangkitnya jaringan toko China yang hanya ingin keuntungan pribadi, tanpa mengindahkan ruang lingkupnya yang lain, membuat banyak pemuka kebijakan Pariwisata bersuara.
Kali ini dari suara dari Dr Gusti Kade Sutawa, SE.MM.,MBA., selaku Ketua Umum (Ketum) Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) dan juga Ketum DPP Nawa Cita Pariwisata Indonesia.
Ia menginginkan bahwa kedepannya tidak ada lagi praktek jual beli kepala. Juga menekankan kepada Satgas Tata Kelola Pariwisata Bali bisa mengambil langkah - langkah tegas dalam melihat fenomena yang kembali mengunakan cara - cara lama dalam memonopoli wisatawan Tiongkok di Bali.
" Disparda Bali perlu duduk bersama dengan asosiasi travel yang handle pasar Tiongkok, untuk memastikan isu ini benar, " sebut Gusde, Jumat (28/07/2023), melalui pesan elektronik.
Baca berita 1 sebelumnya klik link
Baca berita 2 sebelumnya klik link
Praktik jaringan toko tiongkok berikan subsidi jual beli kepala versi lama yang dikemas dengan nama baru membuat toko terkesan tidak memiliki masa lalu yang bisa dibilang menyakitkan masyarakat Bali yang ingin juga merasakan manisnya kue wisatawan Tiongkok. Berikut flayer subsidi kepada Travel agent yang membawa tamu ke jewelry
Belum lagi santer isu terdengar toko mimpi indah latex memberikan fasilitas makan gratis bagi travel agen yang sempat memarkirkan tamu di tokonya. Tentu ini menjadi mematikan usaha restaurant laìn
Pemerintah Bali terutama Dinas Pariwisata yang memiliki sinergitas dengan instansi lainnya seperti Imigrasi, Kejaksaan dan Satpol PP haruslah bergerak cepat dalam mencegah upaya - upaya dugaan memanfaatkan kelengahan masyarakat pariwisata Bali saat ini.
Dalam penelusuran awak media yang terbatas ini baru menyasar jaringan lama dengan dugaan pemilik aslinya adalah WNA asal Tiongkok dengan menggunakan Nominee.
Patut diduga pemilik ini membuka 3 outlet, Mimpi Indah Latex, Restoran Teluk Merah dan Jewelery yang ada di wilayah Tohpati.
Seperti yang dipahami, kegiatan pariwisata mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang besar, baik efek langsung dan tidak langsung.
Sebagai contoh, aktivitas pariwisata akan berdampak langsung pada sektor akomodasi dan sektor makanan minuman serta destinasi wisata. Di samping itu, aktivitas tersebut juga menggerakkan sektor transportasi, sektor komunikasi, industri kerajinan dan sektor ekonomi lainnya.
Bila praktik monopoli ini dibiarkan apa pentingnya mereka membuat toko di Bali, tidak menguntungkan Bali juga. Apalagi masih adanya dugaan pembayaran menggunakan WeChat Pay, yang masih berjejer rapi di meja kasir.
Dalam menjaga amanah tujuan bersama pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism, ini tentunya menyimpang dari konsep pariwisata yang berkualitas dan bermartabat, sesuai dengan program kerja Gubernur Bali.
Tentu tidak elok membiarkan cara - cara praktik kejam terhadap kepentingan masyarakat pariwisata Bali dan masyarakatnya yang ikut ingin menjaga budaya, alam dan isinya ini dari manisnya tourism. (789)