Gerakan Intaran Tolak LNG Dinilai Cuma 'Gimmick'
Bali Satu Berita | Denpasar - Upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam mewujudkan kemandirian energi Bali di masa yang akan datang menjadi tantangan besar yang perlu didukung keberlangsungannya. Seperti yang diketahui, Gubernur Bali Wayan Koster terus melakukan berbagai cara untuk dapat merealisasikannya, termasuk dengan rencana pembangunan Terminal Khusus (Tersus) Liquified Natural Gas (LNG) melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Bali, PT. Dewata Energy Bersih (DEB) yang nantinya adalah untuk mendukung penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik sehingga ada tambahan pembangkit 2x100 MW dengan pola pemanfaatan Terminal LNG terapung untuk mendukung kehandalan energi listrik tersebut yang dinilai tepat untuk mendukung terciptanya efisiensi energi listrik di Pulau Bali, Jumat (29/7/2022).
Namun pada faktanya yang terjadi rencana pembangunan tersebut juga mendapat pertentangan oleh sejumlah masyarakat adat dan menolak rencana tersebut dengan dasar akan berdampak buruk bagi ekosistem lingkungan hidup, khususnya hutan mangrove di wilayah pembangunannya, seperti warga Desa Adat Intaran, Sanur, Denpasar, yang menolak pembangunan Terminal Khusus (Tersus) LNG di wilayah Desa Adat Sidakarya, Denpasar, terus menuai pro dan kontra di masyarakat.
Belum lama ini, Desa Adat Intaran bersama Kekal Bali, Frontier Bali, dan Walhi Bali bersurat ke PT. Dewata Energy Bersih perihal mempertanyakan makna atas pernyataan dari PT. Dewata Energy Bersih terkait pembangunan Tersus sebelum G20 di Kawasan Tahura Ngurah Rai pada Jumat (22/7/2022), dimana Made Krisna Dinata selaku Direktur Walhi Bali menjelaskan bahwa pihaknya telah bersurat kepada PT. DEB untuk meminta penjelasan mengenai maksud statmen tersebut dan bertanya-tanya serta membenarkan keraguan, jika pembangunan Terminal LNG diluar areal Mangrove seperti yang dikatakan Gubernur Bali masih hanya sebatas wacana dan belum final.
"Apakah ketika Selesai acara KTT G20 akan dilakukan pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai ?,” tanyanya.
Terkait adanya pernyataan tersebut, Gubernur Wayan Koster kembali menegaskan, bahwa dirinya melarang Pembangunan Terminal LNG di Areal Hutan Mangrove, dan bahwa pembangunan Terminal LNG Sidakarya tidak boleh mematikan aktivitas perekonomian, nelayan, di Desa/Kelurahan terdampak, serta meminimumkan risiko kerusakan lingkungan, sosial dan budaya di wilayah Desa/Kelurahan terdampak, dimana hal tersebut juga dipertegas oleh PT. DEB melalui Humasnya Ida Bagus Ketut Purbanegara.
"Perusda Bali tidak boleh membangun di areal Hutan Mangrove dan menganggu Terumbu Karang yang ada di kawasan Desa Sidakarya, Desa Sesetan, Desa Serangan, Desa Intaran dan di Desa Pedungan, Kota Denpasar terkait adanya rencana pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG)," pungkasnya.
Dalam hal ini, DEB akan bersinergi dengan Desa/Kelurahan terdampak, agar harmonis dan mendapat manfaat secara bersama-sama Konsep pembangunan kawasan sedang disusun oleh Kelompok Ahli Pembangunan yang melibatkan para pakar sesuai keahlian yang dibutuhkan Konsep pembangunan kawasan akan dibahas bersama Pemerintah Kota Denpasar, perwakilan komponen masyarakat di Desa/Kelurahan terdampak, serta pihak terkait.
"Sekali lagi, kami sudah mengkaji pelaksanaan Pembangunan Terminal LNG Sidakarya, dimana lokasi dermaga sandar di Desa Sidakarya. Untuk penyimpanan gas kami pastikan akan dibangun di luar areal mangrove," tegas IBK Purbanegara.
Rencana pembangunan terminal LNG telah di rancang sedemikian rupa untuk mengedepankan kesucian dan keharmonisan alam Bali, yang akan berkontribusi besar terhadap terciptanya penambahan lapangan kerja baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kedepannya, dimana semestinya hal ini bisa disambut baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
Lebih lanjut, saat ini, tidak sedikit juga masyarakat Bali yang menilai bahwa demo tolak LNG diduga hanya sebagai kedok atau 'Gimmick' penyelamatan lingkungan. Alasannya, karena sangat jelas Gubernur Bali, Wayan Koster sebelumnya secara langsung menanggapi aspirasi masyarakat, sehingga mengarahkan PT. DEB (Dewata Energi Bersih) membangun terminal penyimpanan LNG tidak lagi di areal mangrove. Untuk itulah, PT. DEB harus mendukung kebijakan pemerintah Provinsi Bali untuk memperhatikan serius aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan Tersus LNG di Sidakarya.
"Apa yang Pak Gub lakukan agar dalam proyek-proyek energi seperti LNG, blok migas agung 1 di Bali utara, agar di masa depan ya lebih banyak Putra-Putri Bali yang berperan. Seperti konsep beliau membangun Bali, bukan hanya membangun di Bali. Jangan seperti airport di Ngurah Rai, yang hanya 5% orang Bali bekerja. Itupun jadi pekerja kasar. Bagaimana cara nya agar di masa depan manajemen nya juga bisa orang Bali sampai Ke level bawah. Agar orang Bali tidak jadi penonton dalam hal ini, jadi BUMD harus diperkuat dan SDM harus dibangun baru dapat terwujud kemandirian, kalau terus ditolak kapan kita mau maju," ungkap salah satu Pokli Gubernur Bali, Sugeng Pramono kepada awak media, pada Jumat (29/7/2022).
Untuk dapat diketahui, Penggunaan LNG (gas alam cair) sebagai energi listrik juga memiliki nilai lingkungan dan ekonomis yang tinggi. Dibandingkan dengan bensin dan solar, LNG lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi emisi sekitar 85%, dan dibandingkan CNG, LNG memiliki nilai densitas energi 3 kali lebih besar pada volume yang sama disamping menghasilkan harga ekonomi kelistrikan yang sangat efisien. (BSB)
Foto : Gerakan Intaran Tolak LNG. (Istimewa)