Miris! BPN Denpasar Tak Berikan Hak Tanah Kepada yang Berhak
Bali Satu Berita | Denpasar - Kembali lembaga badan pertanahan atau ATR/BPN Denpasar menjadi sorotan lantaran diduga menempatkan kepemilikan tanah sisa hasil eksekusi dari Pengadilan Negeri Denpasar seluas 1.392 m2 kepada pihak yang disinyalir kepemilikan haknya sudah gugur terhadap obyek tanah sengketa SHM No. 4380 seluas 4.230 m2 di Jl.Tukad Batanghari, Desa Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan.
Pasalnya, dari luasan obyek 4.230 M2 yang dieksekusi pengadilan hanya 2.838 m2 dan terjadi pengendapan sisa 1.392 m2 yang seharusnya menjadi hak tereksekusi I Putu Widhiarsana Witana namun hak tersebut dialihkan kepada pihak tidak patut. Alhasil, ATR/BPN Denpasar dinilai kurang cermat dan teliti dan diduga melakukan praktik mal adimistrasi dalam proses surat pertanahan.
"Ini janggal di BPN. Mustinya sisa tanah habis eksekusi tersebut yang berhak adalah termohon eksekusi Putu Widhiarsana. Bukan Jola yang mengaku selaku ahli waris Taufik Hidayat," ungkap Made Mahendra selaku juru bicara dari Putu Widhiarsana di Denpasar, Rabu (27/7/2022)
Made Mahendra mengaku, pihaknya sudah mendatangi ATR/BPN Kota Denpasar sampai tiga kali namun belum mendapat kepastian. Sementara pihak ATR/BPN Kota Denpasar disebut-sebut selalu beralasan kalau tanah itu masih dalam perkara dan belum bisa mengabulkan apa permintaan dari pihaknya selaku termohon eksekusi.
"Karena sebagian yang dieksekusi masih ada sisa, maka sisa tersebut tentunya masih kepemilikan Putu Widhiarsana sebagai termohon. Inilah yang kita mohonkan ke BPN kota (Denpasar) bahkan sudah tiga kali kita mohonkan," sambung Mahendra.
Ia menegaskan, bahwa tidak ada lagi perkara dalam sengketa tanah seluas 4380 M2 di Batanghari. Pihaknya menilai kasusnya sudah final dan berakhir dan lantaran belum mendapatkan kepastian yang jelas terkait haknya selaku termohon eksekusi, ia berencana akan mengirimkan kembali surat permohonan keempat kalinya.
"Kasus tersebut sudah tidak ada perkara lagi, dan kedatangan termohon saat itu hanya sebatas meminta informasi. Itupun hanya ke bagian pendaftaran terkait menanyakan prihal sebidang tanah yang masih ada sengketa," terang Made Mahendra.
Hal ini pun dilakukan sebutnya, atas dasar saran dan petunjuk dari bagian informasi dan bidang yang menangani sengketa ATR/BPN Kota Denpasar yang menjelaskan, bahwa pihaknya dikatakan ada keterlambatan mengajukan permohonan.
"Ini lucu, kami disuruh melakukan permohonan ulang terkait sisa tanah yang sudah dilakukan eksekusi, namun sebelum melakukan hal itu. Beberapa harinya mendengar ada pemohon lain masuk yang mengatasnamakan dirinya sebagai ahli waris dari sisa tanah eksekusi bernama Taufik Hidayat. Katanya sertifikat itu sudah diserahkan kepada ahli waris tersebut," ujar Made Mahendra penuh heran.
Sebagai termohon, Mahendra minta kejelasan dari BPN Kota Denpasar. "Siapa sesungguhnya yang berhak atas sisa tanah dari eksekusi tersebut. Karena sisa tanah dari eksekusi tersebut, pihak Taufik Hidayat tidak memilliki alas hak," singgungnya.
Ia juga menambahkan, merujuk Putusan Perkara Mahkamah Agung (MA) RI di JakartaNo. 43 PK/Pdt./2009, menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pemohon Peninjauan Kembali Taufik Hidayat tersebut tidak dapat diterimaPerkara Perdata dan atau Pidana.
Sehubungan dengan tanah-tanah yang pernah berhubungan dengan Taufik Hidayat, saat ditetapkan Putusan ini, sudah dianggap berakhir, selesai dalam arti baik Perikatan Jual-Belinya maupun Perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat sudah batal demi Hukum, dan khusus tanah di Batanghari, maka dengan Putusan tersebut, tanah seluas 21.15 m2 di Batanghari, kembali menjadi Hak I Putu Widhiarsana W.
"Bahkan tahun 2009 ada surat pernyataan resmi dari BPN Pusat yang menyatakan bahwa Taufik Hidayat atau Jola tidak berhak pada tanah tersebut. Malahan kok ngaku-ngaku sebagai ahli waris. Ada apa dengan BPN kota, kok bisa dengan mudahnya menyetujui hal tersebut tanpa mengetahui jelas kronologis permasalahannya. Yang jelas kami tetap meminta tanah sisa eksekusi tersebut," tutup Mahendra. (*) /tim gardamedia /BSB